Kampung Pegocek Rokok Pucuk di Palembang
Kampung Rokok Pucuk
Tujuanku hari ini adalah Rumah Oeng Boen Tjit, di Jalan Fakih Usman Lr. Saudagar Yucing 3 Ulu Palembang. Mau ikutan acara Acara Masak Di Pinggir Sungai bareng Sahabat Cagar Budaya.Kali ini aku motoran saja lewat darat, via Jembatan Musi 6. Jarak tempuh dari rumah di Kebun Bunga ke sana, dengan kecepatan santai sajalah kira-kira 30 menitan.Rokok Pucuk Daun Nipah.
Tiba di pangkal Musi 6, langsung belok kiri. Lorong Saudagar Yucing sekitar 1 km lagi. Harap sabar kalau melewati Jalan Fakih Usman waktu pagi. Lalu lintasnya padat merayap,tersengal-sengal.
Akhirnya tiba juga di depan gapura Lorong Saudagar Yucing. Untuk kamu yang baru pertama datang ke sini, mungkin serasa masuk ke dalam Maze - taman labirin.
Seperti kampung-kampung di tepi sungai lainnya jalanan lorong ini, adalah pedestarian kecil berkelak-kelok yang di bangun di atas rawa pasang - surut. Belum berapa jauh masuk, kulihat ada motor dari arah berlawanan. Motor terlihat sedikit oleng,lantaran penuh muatan tampah lidi nipah. Pedestarian ini cuma muat dilalui satu motor. Dan tak ada bidang untuk pengendara itu menepi.
Membersihkan Daun Nipah Untuk Rokok Pucuk
Kuberi isyarat tangan, mempersilakan pengendara motor itu jalan duluan. Sementara aku melipir minggir keteras rumah terdekat. Di teras yang tak seberapa luas itu, kulihat jemuran daun nipah tersampir mengurai.
“ Mau kemana dek ?” Sapa seorang Ibu yang sedang menyiangi daun nipah. Mengikuti naluri kepo, aku putuskan untuk ngobrol sebentar dengannya.
“Mau ke Budiman Boen Tjit (Budiman adalah cucu buyut Boen Tjit generasi ke 6) “ jawabku sambil mendekat padanya. Warga Lorong Yucing terkenal sebagai pengocek rokok. Ngocek dalam bahasa Indonesia artinya mengupas. Nah kegiatan menyiangi daun dari lidi dan melepaskan kulit ari daun nipah inilah yang disebut ngocek rokok.
“Kenapa harus dilepaskan kulit arinya ?” aku penasaran. Wak Rusmini cerita, daun nipah itu berfungsi seperti kertas untuk membalut tembakau pada rokok kretek atau filter.Nah,kalau kulit ari tidak dikupas,maka daun nipah tidak akan bisa bergulung saat kering.Kalau tidak bergulung, akan sulit meyelipkan tembakau ke dalamnya.
Penjemuran Daun Nipah
Untuk menghindari daun berubah warna menjadi coklat kemerahan. Daun nipah yang sudah dipisahkan dari kulit arinya daun harus segera dijemur. Setelah dijemur 3-4 hari daun akan kering dan bergulung.Rokok daun yang berkwalitas, warnanya mirip coklat muda mirip susu coklat.
Untuk mempercepat proses pegeringan, daun yang sudah dibersihkan diikat. Kemudian disampirkan pada jemuran yang terbuat dari bambu. Ikatan daun nipah ini dalam istilah perkocek rokok an disebut unting. Satu unting terdiri dari 10 lembar daun nipah. Nah, untuk 100 unting dihargai Rp.17.000.Karena sudah tingkat mahir, Wak Rusmi dkk sedikitnya bisa mengocek 500an unting perhari.
“Lumayan dek untuk beli beras dan gas “ ujar Wak Rusmi
Sebelum dijual ke pasar unting daun nipah, akan diasapi dengan belerang selama satu malam. Tujuan pengasapan agar rokok pucuk tahan, disimpan selama berbulan – bulan.Wak Rusmi dan kawan –kawan mendapat penghasilan tambahan dari lidi nipah. Lidi nipah digunakan sebagai bahan membuat tampah, keranjang atau alas piring.
Tak terasa hampir 30 menit aku ngobrol ngalur-ngidul dengan Wak Rusmi. Takut terlambat menghadiri acara Sahabat Cagar Budaya di Rumah Boentjit. Aku pamit dan melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa belokan kiri dan kanan, aku tiba dibelokan terakhir menuju Rumah Boen Tjit.
Apa mau dikata, sudah begitu dekat tapi ada satu tantangan lagi yang harus aku lewati. Tepat dibelokan yang entah mengapa, bentuknya patah jadi seperti huruf L. Seorang mamah muda duduk manja di pinggir pedestarian. Sedang mecuci piring di air yang mengenang.
Hati-hati aku ngesot melintasinya. Takut kalau ban belakang selip dan motor nyungsep. Takut juga kekalau kakiku tak sengaja, menyenggol piring,gelas, dan panci yang berserakan.
Acara Masak Di Pinggir Sungai baru saja dimulai,saat aku tiba dihalaman rumah Boen Tjit yang luas.Teras rumah yang disulap jadi caffee itu sudah ramai. Hadirin tekun menyimak Pak Yudi yang Dosen Sejarah itu, menjelaskan aneka jenis pindang di Sumatera Selatan. Apa bedanya pindang Kota dan pindang Desa, terus apa nama pindang yang disukai bule Belanda?
Hmmmm ikutin terus ya banyak hal menarik yang bakalan aku ceritakan di artikel selanjutnya.
Tags : Traveling
12 Comments
Wah penuh perjuangan banget ya nggak cukup hanya mengoncek tapi masih ada tahap pengeringan juga pengasapan. Dengan dihargai 17000 per 100 ikat menurut aku nggak seimbang dengan perjuangannya. Salut deh sama wak rusmi dan yang lainnya
ReplyWah menarik sekali pengalamannya. Ditunggu cerita selanjutnya Kak. Pengalaman dengan penuh pengetahuan seperti ini pasti sangat berharga.
ReplyAh seru sekali ceritanya mbak
ReplyJalan jalan ke kampung kampung seperti ini pasti menarik ya mbak
Banyak kisah inspiratif yang bisa dituliskan
Bagian selanjutnya tentang pindang harus saya baca juga nih, udah penasaran sama sejarah dan budaya yang dikandung oleh pindang 😋
ReplyKata pindang selalu mengingatkan aku pada almarhum mama yang asalnya dari Palembang dan suka banget dengan makanan ini, pokoknya tiap minggu selalu ada sajian khas pindang di meja makan. Jadi kangen dengan Kota Palembang, biasanya dulu kalau masih ada mama suka berkunjung alias pulkam ke Palembang, tepatnya di Kampung 2 Ulu. Di tunggu cerita selanjutnya ya Mbak.
ReplyKreatif bgt ibu2ny MasyaaAllah
ReplyAku jadi kangen Palembang mbaa meski sodara ada d daerah Ogan Ilir alias belum pernah ke daerah sini
Nanti kalau ke Palembang lagi mau coba ngebolang sampai sini ah
Wah aku menyimak ulasan dan deskripsi tempatnya ikut merasakan suasananya
ReplyEhm, masih ada y pembuatan sistem manual gini.mencermati perjalanan ini dan pertemuan dg wak rusmini
Pengalaman yang seru dan berbeda, Mbak. Asyik juga ngikutin kearifan lokal kayak gini. Next pengalamannya dishare lagi ya. Hihi, saya suka ngikutin cerita perjalanan gini Mbak..
ReplyDaun Nipah Untuk Rokok Pucuk ini yang rasanya manis itukah?
ReplyTangannya cekatan sekali membersihkan dan membuatnya menjadi ampah, keranjang atau alas piring.
Saya di Palembang tapi belum pernah ke sini. Saya tunggu cerita tentang berbagai jenis pindangnya. Kalau di Palembang, kena kita tidak meet up ya 😁.
Replypindang khas sumsel itu khas ya
Replybeda banget rasanya
pernah ke palembang dan nyoba
memang maknyus
tapi saya ga tahu nih ada pindang desa dan pindang kota
Aku tinggal di Palembang tapi belum pernah ke sini. Almarhum kakekku dulu rokoknya pakai ini. Cuma sekarang dah jarang keliatan orang merokok jenis ini. Kapan-kapan mau dong mbak jalan-jalan bareng blogger.
Reply